Asa Rudi terjaga oleh pendidikan kelima anaknya - OPSINTB.com | News References

23/06/25

Asa Rudi terjaga oleh pendidikan kelima anaknya

Asa Rudi terjaga oleh pendidikan kelima anaknya

 

OPSINTB.com - Hanya mengenakan celana ukuran selutut, baju lengan pendek. Pria paruh baya itu berdiri di pintu rumah. 


Pandangannya lurus, tampak kosong. Rambut putihnya berantakan tak terurus.


Dari dalam rumahnya, aroma sisa makanan semalam, menerobos keluar. Lewati celah atap berbahan asbes. 


Baunya bersatu bersama partikel udara. Tajam, menusuk penciuman.


Lantai rumah berbahan semen itu, retak. Begitu juga dengan kayunya yang lapuk termakan usia.


Hanya ada gazebo tuanya nyaris roboh di depan rumahnya. Tempat dan istrinya biasa tidur, melepas lelah.


Dari dalam rumah tak layak huni itu, sesekali suara batuk pria 46 tahun terdengar. Mungkin karena aroma makanan yang tengah dihangatkan.


Rumah hanya memiliki satu ruangan itu, jelas bukan dapur. Tempat tinggal Rudi Hartawan bersama istri dan lima anaknya.


Di tengah ketidak pastian dunia, harus tetap berjuang hanya untuk sesuap nasi. 


Asa pria Dusun Repok, Desa Peneda Gandor, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur itu terjaga lantaran pendidikan kelima anaknya. 


Rumah tak layak huni itu, menjadi saksi bisu perjuangan seorang ayah. Harapan terakhirnya agar kelima anaknya tetap bisa sekolah.


Dua tahun lalu, Rudi adalah pedagang gorengan yang cukup dikenal. Dagangannya laris, bahkan kerap diburu oleh pelanggan dari luar desa. 


“Waktu itu orang bilang gorengan saya enak. Sehari bisa dapat Rp 1  sampai Rp 2 juta rupiah,” kenang Rudi, ditemui opsintb.com, Minggu (23/6/2025).

Usahanya tiba-tiba sepi tanpa sebab yang jelas. Gerobaknya berhenti beroperasi, penghasilannya pun lenyap.


Tabungan yang selama ini dikumpulkan pun perlahan habis. Hanya untuk bertahan hidup dan membiayai sekolah anak-anaknya.


“Lama-lama habis, semua habis,” ucap Rudi lirih, menatap lantai rumah yang sudah mulai retak.


Kini, ia dan keluarganya menumpang di rumah tua milik keluarga istrinya. Sebagian rumah sudah tak layak huni. 


Hanya memiliki satu kamar tidur dan ruang tamu yang disulap jadi tempat tidur anak-anak. Sementara Rudi dan istrinya tidur di gazebo reyot di halaman depan. 


“Anak-anak tidur di dalam, saya dan istri di luar. Kalau hujan, ya basah,” tuturnya.


Kini, istrinya satu-satunya tulang punggung keluarga. Sebagai seorang buruh tani dengan upah Rp 30 Rp 35 ribu per hari. 


Uang itulah yang digunakan untuk makan sekeluarga. Menyambung hidup kelima anak mereka yang semuanya masih sekolah. 


Saat ini kelima anaknya itu, satu sedang kuliah di Jakarta, dua SMA, satu SMP, dan si bungsu baru tamat SD. 


Rudi sudah berkeliling mencari pekerjaan, mengetuk pintu-pintu harapan di instansi pemerintah dan kerabat dekat. Namun sampai saat ini belum ada yang terbuka. 


Ia ingin kembali berjualan gorengan, pekerjaan yang dulu pernah memberinya harapan. Tapi dia tak memiliki modal, peralatan, dan tak ada jaminan untuk meminjam ke bank.


Jika hal itu dilakukan, dirinya yakin bisa bangkit dari keterpurukan. 


Di tengah ketidakpastian, hanya satu yang tak pernah padam dalam dirinya, semangat agar anak-anaknya bisa terus bersekolah. 


Rudi tak ingin kemiskinan memutus cita-cita mereka. Ia rela tidur di gazebo dan kelaparan, asal anak-anaknya tetap bisa mengenyam pendidikan.


“Mereka punya mimpi, saya cuma ingin bantu mereka sampai berhasil. Saya cuma butuh sedikit bantuan untuk bangkit,” tutupnya pelan menggantungkan harapan kepada siapa saja yang masih peduli. (zaa)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama