OPSINTB.com - Selama pandemi Covid-19, semua sektor penggerak perekonomian terganggu. Tidak terkecuali pada sektor pertanian. Para pembisnis komoditi penyumbang tertinggi pertumbuhan ekonomi NTB, khususnya Lombok Timur mulai terpuruk.
"Terpuruk sekarang pebisnis komoditi pertanian ini, tapi tidak semua komoditi," terang Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) NTB, H Haerul Warisin, Minggu 21/6/2020.
Keterpurukan sektor pertanian ini ada pada aspek pemasaran. Tampak yang cukup terganggu pemasaran komoditi hortikultura. Seperti cabe yang biasanya banyak dikirim ke pulau Jawa ini tersendat selama pandemi. Pengiriman sudah tidak ada lagi. Tidak heran jika harga cabe di tengah petani saat ini cukup murah.
"Karena pesawat tak ada beroperaai otomatis tak ada pengangkutan, cabe lokal jadi banyak produksi sehingga harga turun," kata mantan Wakil Bupati Lombok Timur ini.
Pemerintah diharapkan membantu. KTNA sendiri sudah berusaha untuk membuka kembali penerbangan pengangkutanb cabe ke luar daerah. Ketua KTNA yang juga anggota DPRD NTB Daerah Pemilihan Lotim dari Partai Gerindra ini menuturkan sudah komunikasi langsung dengan pimpinan salah satu maskapai penerbangan domestik dan juga dengan pihak Angkasa Pura Bandara Internasional Lombok.
Pihak maskapai penerbangan dan Angkasa Pura sudah sanggup mengakomodir kembali proses pengiriman cabe ke beberapa tempat di Indonesia yang harga cabenya masih cukup mahal. Seperti di Manokwari diketahui harganya Rp 60 ribu perkilogram, Gorontalo Rp 40 ribu perkilogram dan beberapa daerah lain juga banyak yang harga si kecil pedas ini relatif lebih mahal.
Pihak maskapai penerbangan menyanggupi dengan biaya ongkos kirim Rp 10 ribu perkilogram. Biaya angkut ini dinilai cukup masuk akal, dimana seluruh kursi dan bahasi akan digunakan pihak maskapai. Kapasitas pesawat yang digunakan bisa menampung 40 orang. Estimasi keseluruhan biaya angkut satu trip Rp 40 juta. Atau satu kali angkut untuk satu tujuan 4-5 ton.
Pihak pebisnis ternyata tidak mampu untuk melakukan pengiriman sebesar 4 ton untuk satu tujuan. Pasalnya, kebutuhan pasar dori satu tempat tujuan tidaklah sampai berton-ton. Dilihat dari peluang pasar diakui cukup menggiurkan. Harga Rp 40 ribu saja, penjual cabe di Lotim ini cukup besar laba yang akan diperoleh. Dibanding dijual dengan harga Rp 4-5 ribu saja perkilogram di dalam daerah. Lotim sebagai penyangga cabe nasional secara prinsip bisa memasarkan komoditi cabe ini kemana saja di seluruh Indonesia.
Selain cabe, tampak juga terlihat bertampak adalah bawang putih. Bawang putih di Lotim ini cukup menyedihkan. Hal ini juga terjadi karena telah dibukanya keran impor sebanyak-banyaknya oleh pemerintah. Harapan ketua KTNA NTB ini, pemerntah semestinya tidak terlalu melonggarkan impor yang bisa berakibat menghancurkan pasar komoditi pertanian.
Berikutnya, secara umum selama pandemi Covid-19, para petani tidak ada yang terpapar. Petani setiap hari masih bisa melaksanakan tugasnya ke sawahnya bercocok tanam. "Pemerintah kan juga tidak ada yang melarang petani datang ke sawahnya selama pandemi," pungkasnya.
Sebagian besar petani dinilai masih cukup bergairah dalam melaksanakan aktivitas cocok tanam. Gangguan pandemi ini hanya terlihat bagi pelaku bisnis besar. Sedangkan bagi petani-petani yang hasil panennya bisa tahan simpan, diyakini tidak sampai terganggu. Ketua KTNA NTB ini pun menyarankan, bantuan pemerintah selama pandemi hendaknya disarankan dapat diberikan ke petani.
"Daripada dibagi-bagikan kepada orang yang tidak bekerja, lebih baik berikan sebagai reward kepada petani yang setiap hari bekerja," pungkasnya. (yan)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami