"Di balik fenomen-fenomena lucu tentang penggunaan pakain adat di Gumi Selaparang banyak juga yang mengapresiasi dan bersemangat menggunaklan pakain adat. Untung ada aturan ini jadi tau bagaimana menggunakan pakaian adat Sasak."
LOMBOK TIMUR, Amak Ega
(Ketua ICMI ORDA Lotim/Ketua Forum Pembaharuan Kebangsaan Lotim)
Media-media ramai memberitakan kehebohan yang terjadi di Lombok Timur, Gumi Selaparang. Pasca mulai berlakunya SK Bupati Lombok Timur Nomor : 188.45/329/ORG/2019 pada diktum kesatu menegaskan bahwa PNS Lombok Timur pada hari Kamis harus menggunakan pakaian adat dengan unsur utama sapuk, kain songket, bebet/bengkung/jilbab dan kebaya. SK ini berlalu efektif, 21 Oktober 2019 tentang kewajiban Aparatur Sipil Negera (ASN) menggunakan pakaian adat Sasak pada setiap hari Kamis. SK tersebut mulai berlaku efektif, 21 Oktober 2019. Ini berarti bahwa Kamis, 24 Oktober menjadi hari pertama ASN Lombok Timur menggunakan pakaian adat.
Hari pertama ini banyak cerita lucu yang direkam oleh media. Ada ASN yang bilang ribet amat hari ini. Untuk memasang pakaian adat ini harus minta bantuan istri dan anak karena selama hidup sebagai orang Sasak hanya sesekali memakai waktu jadi penganten/resepsi dan nyongkolan. Bagi yang nikahnya hanya ijab kabul doang, barang kali never wear it. Ada juga yang harus melibatkan suaminya untuk memasangkan. Ada juga yang sama-sama ASN suami istri, meninggalkan istrinya belakang datang ke kantor karena sang suami harus menjadi pembina apel pagi kebetulan jadi kadis. Ya... macem-macem cerita. Apa yang dapat dipetik dari cerita-cerita lucu ini. Banyak orang intelek tidak tau dan tidak kenal budayanya. Kok orang intelek. Ya lah, ASN itu kan orang sekolahan. Kalau gak orang sekolahan mana bisa jadi ASN. Lebih-peblih lagi dengan aturan sekarang. Pada umumnya ASN baru harus sarjana/D.4. Itu katanya dalam Undang-Undang Guru dan Dosen.
Jadi kalau belum tamat S.1 atau D.4 jangan mimpi jadi ASN guru. Bagi yang bermimpi jadi ASN dosen harus S.2 dulu. S.2 yang linier lagi. Jangan muter-muter. Tapi kalau kuliahnya banyak dan tamat semua sangat bagus untuk menambah wawasan karena untuk tamat harus belajar kan. Namun harus ada satu yang lurus. Artinya, bila S.1 pendidikan, S.2 dan S.3-nya pendidikan juga. Jangan S.1-nya kesehatan, S.2 admistrasi publik, dan S.3 pariwisata. Nah ini gak jelas keahliannya. Kok bisa selesai kuliahnya. Bisa sekali asal rajin, ikuti aturan dosen dan kampus. Rajin masuk kuliah, rajin buat tugas, selalu ikut persentasi tugas-tugas. Pasti luluslah mata kuliah karena dosen juga manusia. Tetapi di akhir harus kerja keras dan fokus. Di mana tu..... buat tesisnya kalau S.2 dan disertasinya untuk S.3. Dan, aturan kampusnya...jangan lupa bayar SPP tapi kalau telat barang kali boleh tergantung komunikasinya dengan kampusnya. Bila rektor kampus sadar diri sebagai manusia, aman dah.
Dari mana tau kuliah orang linier? Gampang juga pasca tahun 2000. Gelar-gelar merujuk pada batang ilmunya. Pendidikan gelar S.1-nya S.Pd.. Gelar S.2-nya M.Pd. Tinggal tanya lebih lanjut ranting ilmunya apa? Matematika/Bahasa Arab, Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris/Fisika/Kimia, dan seterusnya. Untuk gelar S.3 karena masih umum, ya...harus ditanya kuliah di mana. Kalau kuliahnya di UGM jelas bukan doktor pendidikan karena UGM tidak mengelola ilmu pendidikan. Tapi kalau kuliahnya di UNJ, UNESA, UNM, besar kemungkinan doktor pendidikan karena kampus-kampus ini awalnya adalah IKIP (institut keguruan dan ilmu pendidikan). Lebih lanjut tentang linieritas, bila gelarnya S.1-nya S.Pd. dan S.2-nya M.H...ini jelas-gak liner karena S.1 pendidikan dan S.2 Hukum. Nah ini uraf-uraf. Dosen saya bilang, S.1 itu banyak tau sedikit. Sedangkan S.2 dan S.3 itu sedkit tau banyak. Ini konsep untuk lenieritas.
Di balik fenomen-fenomena lucu tentang penggunaan pakain adat di Gumi Selaparang banyak juga yang mengapresiasi dan bersemangat menggunaklan pakain adat. Untung ada aturan ini jadi tau bagaimana menggunakan pakaian adat Sasak. Cuma di mana naruh dompet dan hp. Gampang itu beli aja gegandek yang dibuat di Loyok, Sembalun, Semaya, dan lain-lain. Produk Lotim kata temannya. Dari cerita-cerita lucu ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menggunakan pakaian adat Sasak, di samping memperkenalkan dan melestarikan budaya juga terkandung di dalamnya ada nilai-nilai ekonomi. Nilai ekonomi inilah yang berkorelasi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah indikator utama kemajuan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu daerah/negara.
Bupati Lombok Timur, Bapak H.M. Sukiman Azmy dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa saat ini, IPM Lombok Timur berada pada urutan ke-9 dari sepuluh kabupaten/kota yang ada di NTB. Nomor 2 dari bawah setelah KLU. KLU wajar berada pada posisi nomor satu dari bawah karena daerah otonom termuda di NTB. Tetapi untuk Lombok Timur sudah ada sejak NTB terbentuk menjadi daerah otonom propinsi. Bahkan kalau dirunut awal terbentuk pemerintahan di Lombok pada era penjajah Belanda bahwa pulau Lombok hanya dibagi menjadi 2 wilayah, yakni Lombok Timur dan Lombok Barat. Sebagian Lombok Tengah yang ada sekarang menjadi wilayah Kabupaten Lombok Timur. Bedasarkan kajian dari tim penelusur Hari Jadi Lombok Timur bahwa Lombok Timur menjadi wilayah/daerah pemerintahan dibentuk oleh penjajah Belanda pada tanggal 31 Agustus 1895. Inilah yang menjadi acuan Peraturan Daerah Kab. Lombok Timur, nomor 01 tahun 2013, 03 April 2013 tentang Hari Jadi Kabupaten Lombok Timur, yang pada tahun 2019 diperingati Hari Jadi ke-124 untuk peringatan yang pertama.
Usia sudah kepala seratus tetapi IPM masih sangat rendah. Untuk itu seluruh idikator IPM harus terus dimaksimalkan untuk diwujudkan. Sebagaimana dimaklumi bahwa ada tiga indikator utama IPM, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Untuk indikator ekonomi akan terkait dengan daya beli masyarakat. Kemampuan masyarakat untuk membeli /memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Untuk mewujudkan semua itu maka masyarakat harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
Kebijakan pemerintah daerah kabupaten Lombok Timur yang mengharuskan ASN (pegawai) Lombok Timur untuk menggunakan pakaian adat pada setiap hari Kamis salah satu tujuannya adalah untuk menambah penghasilan bagi para pengerajin tenun yang ada di Lombok Timur. Sebagaimana dimaklumi bahwa komponen-komponen utama dari pakaian adat Sasak adalah hasil tenunan masyarakat Sasak.
Menurut penjelasan Drs. H. Lalu Anggawa Nuraksi salah seorang sesepuh Majelis Adat Sasak pada Muzakarah Busana Adat Sasak di Desa Pengadangan, Ahad, 27 Oktober 2019 menegaskan bahwa ada 3 jenis pakaian/busana adat Sasak, yakni (1) pakaian adat sasak lengkap terdiri atas (a) sapuk; (b) kain panjang atau kereng belo/slewok; (c) baju lengan panjang/pendek; (d) leang atau dodot; (e) pegon atau jas kekes; (e) selempan (keris); (f) selop atau sepatu/sandel; (g) kain lempot/umban (hanya boleh dipakai oleh pengeraksa adat, pemucuk adat, pengemong krama dan penghulu agung. (2) Pakaian adat sasak harian/madia, terdiri atas (a) sapuk; (b) kain pajanjang atau kereng belo/slewok; (c) baju lengan panjang/pendek; (d) kain bengkung atau bebet; (e) selempang pemaje; dan (f) slop (sandel/sepatu). (3) Pakaian adat Sasak muslim (kiyai) terdiri atas (a) kopiah hitam/topi haji; (b) kain sarung/kereng kelongkong/londong; (c) kain bengkung/bebet; (e) sorban; (f) slop (sepatu/sandal). Sedangkan pakain adat Sasak bagi perempuan Sasak yang paling ditekan adalah (1) baju, yakni lambung dengan warna dasar hitam; (2) kain sabuk dililitkan di pinggang; (3) kain lempot/umbak yang dipasang pada pundak kanan; (4) kain sarung songket; (5) perhiasan anting-anting/gelang; (6) hijab sesuai dengan tuntunan Sasak muslimah. Semua bahan dibuat dari tenun kerajinan tangan dan tidak dianjurkan memakai produk pabrik kecuali untuk pegon dan baju.
Bahan komponen-komponen pakaian adat Sasak adalah kain tenun kerajinan tangan. Inilah cacatan penting yang akan berkorelasi untuk meningkatkan IPM terutama yang terkait dengan ekonomi/pendapatan/kesejahteraan. Bila seluruh penggunanan pakaian adat (ASN) Lombok Timur dengan ketentuan atribut pakaian adat minimal terdiri atas 3 komponen yang berbahan dasar kain tenun, yakni sapuk, kain (dodot) dan bebet (bengkong). Ini berarti bahwa setiap pemakai akan membeli ke-3 komponen tersebut dari para pengerajin tenun (sesekan). Dengan demikian maka para penenun yang ada di Lombok Timur akan mendapatkan sumber penghasilan yang meningkat. Penghasilan yang meningkat akan dapat terrealisasi bila dalam SK Bupati Lombok Timur tersebut dipertagas bahwa seluruh atribut pakaian adat sasak yang berbahan dasar kain tenun harus dibeli dari para pengerajin di Lombok Timur.
Ketegasan SK tersebut harus didukung oleh para ASN Lombok Timur dalam rangka meningkatkan pendapatan/penghasilan para pengerajin tenun Gumi Selaparang. Pangsa pasar sudah jelas. Untuk itu, hal ini juga akan melestarikan budaya menenun bagi perempuan Sasak. Dari kebijakan tersebut tradisi menenun bagi perempuan Sasak bukan hanya eksis di Desa Peringgasela, Kembang Kerang, dasar Nyiur Lenek Lauk, Sukarara, dan Maringkik. Tetapi juga akan menghidupkan kembali tradisi menenun pada daerah-daerah yang lain.
Kebijakan ini juga akan berimplikasi pada masyarakat Gumi Selaparang yang berkerja pada konfeksi alias tukang jahid. Implikasi ini akan diperoleh bila LAMBUNG yang menjadi pakaian utama bagi pakain adat perempuan sasak dijahit pada tukang-tukang jahid yang ada di Lombok Timur. Pemerintah daerah juga akan mendapatkan PAD bila dipersyaratkan bahwa lambung dijahid pada konfeksi-konfeksi yang berijin. Di sisi yang lain konfeksi-konfeksi berijin ini akan menyerap tenaga kerja dari SMK-SMK yang membina/membuka jurusan tata busana.
Kebijakan menggunakan pakaian adat bagi para ASN ini akan berimpikasi kepada multi pihak. Pendapatan penenun akan bertambah, budaya menenun akan semakin lestari dan tukang jahid akan mendapatkan tambahan pengahasilan. Pemerintah daerah juga akan mendapat PAD. SMK-SMK tata buasa akan semakin laris manis, minimal tempat praktik bagi para siswa akan lebih tersedia. Di samping itu, yang sangat berkepentingan dalam penggunaan pakaian adat ini adalah Dinas Pariwisata karena salah satu tupoksinya menjual budaya/tradisi yang ada di masyarakat. Implikasi tersebut akan semakin maksimal bila seluruh pagawai yang ada di Gumi Selaparang diharuskan menggunakan pakaian adat, baik yang vertikal dan perusahaan-perusahaan swasta, termasuk ASN dan anak-anak sekolah yang menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi.
Untuk instansi vertikal dan pegawai-pegawai swasta yang bertugas/berkantor di Gumi Selaparang, Bupati dapat menyarankan kepada para pimpinan instansi dan lembaga-lembaga bersangkutan agar karyawannya menggunakan pakaian adat sepeti yang digunakan oleh pegawai pemda. Permintaan ini dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan melalui surat resmi dan silaturrahmi.
Wallahuaklambissawab.
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami