OPSINTB.com - Ada pihak yang meyakini, meski kiamat kurang dua hari persoalan data sosial bakal terus mengalami carut marut. Hal itu dipandang bukan lantaran ketidak jujuran, namun sumber data yang digunakan.
Karena itu, puluhan pengurus Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Kabupaten Lombok Timur, datangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lotim guna melakukan hearing.
Buntut dari carut-marut data bantuan sosial (bansos) yang dinilai tidak transparan, kerap menimbulkan polemik di masyarakat. Yang tertuduh kata dia, pasti pemerintah desa.
Khususnya yang menyangkut data terkait bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), BLT Kesra, hingga bantuan Bantuan Pangan (Bapang).
Ketua PPDI Lombok Timur, Hamzah, menegaskan, hampir seluruh desa mengalami persoalan serupa. Data penerima bansos yang tidak jelas menyebabkan perangkat desa menjadi sasaran kekecewaan masyarakat.
“Kami ini di desa sering dicaci maki, bahkan dihina masyarakat. Padahal data bansos itu tidak sepenuhnya kami tentukan. Wajar kalau masyarakat berprasangka buruk,” ucap Hamzah usai ditemui usai hering, Senin (15/12/2025).
Menurutnya, ketidakterbukaan data memicu berbagai masalah sosial, termasuk tumpang-tindih dan penerima ganda. Ironisnya, perangkat desa justru menjadi pihak yang paling disalahkan, sementara kewenangan mereka sangat terbatas.
Hamzah menjelaskan, selama ini pemerintah desa hanya sebatas mengusulkan data melalui operator aplikasi, namun tidak memiliki kewenangan menentukan kelayakan penerima.
Data tersebut kemudian dikolaborasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui hasil Regsosek dan Dinas Sosial, lalu dikirim ke pemerintah pusat sebelum akhirnya diturunkan kembali ke desa dalam kondisi sudah final.
“Kami cuma bisa mengusulkan, layak atau tidaknya itu ditentukan di atas. Data yang sudah jadi baru dikirim ke desa,” katanya.
Karena itu, PPDI mendesak agar pemerintah desa diberi kewenangan penuh untuk memverifikasi dan menentukan masyarakat yang benar-benar layak menerima bansos, demi mencegah tumpang-tindih dan penerima ganda.
Selain bansos, persoalan bantuan UMKM juga turut disinggung. Banyak perangkat desa mengaku tidak mengetahui asal-usul data penerima bantuan UMKM yang tiba-tiba diturunkan melalui kecamatan, meskipun proses administrasi seperti surat keterangan usaha memang dikeluarkan oleh desa.
“Tugas kami melayani masyarakat yang mengajukan surat keterangan usaha. Kami tidak tahu surat itu dipakai untuk apa, apakah untuk kredit bank atau bantuan UMKM,” jelasnya.
Ia menegaskan, pemerintah desa ingin bekerja secara profesional dan objektif. Stigma bahwa desa akan memprioritaskan keluarga atau kerabat dinilai hanya sebatas prasangka.
“Kalau memang masyarakat mampu, jangan dikasih. Kami ingin objektif dan tepat sasaran,” tegas Hamzah.
Dirinya meminta, Pemdes desa dengan OPD teknis agar sistem pendataan bansos ke depan lebih transparan dan melibatkan desa secara aktif.
Dia berharap ke depan pemerintah desa tidak hanya dilibatkan sebatas pengusulan, tetapi juga diberikan peran strategis dalam menentukan kelayakan penerima bantuan.
Sebab ia menilai pemerintah desa paling mengetahui kondisi riil masyarakat di wilayahnya.
"Saya berharap kami di desa tidak hanya di libatkan hanya sebatas pengusulan, tetapi kami di berikan dalam penentuan kelayakan penerima bantuan," pungkasnya.
Ketua Komisi II DPRD Lombok Timur, Muhammad Holdi, saat hering tak menutup mata terkait persoalan data itu. lantaran itu pihaknya bakal membahas persoalan itu lebih dalam.
"Akan kami rekomendasikan kepada pemerintah daerah dan OPD terkait untuk menggelar pertemuan lanjutan," ucapnya. (zaa)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami