OPSINTB.com - Keluhan masyarakat terkait pelayanan Rumah Sakit (RS) terus terjadi di Lomnok Timur. Sekarang kasus serupa dialami Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Permata Hati.
Seperti diberitakan hangat di berbagai media, RSIA diduga lalai dalam penanganan pasien asal Desa Pesanggrahan, Kecamatan Montong Gading.
Nisfi yang masih 1,8 bulan yang dirawat di RSIA Permata Hati di rawat pada hari Sabtu, 8 Februari 2025. Pasien mengalami demam tinggi, batuk, muntah, dan diare.
Selama dua hari berada di ruang perawatan, Ia merasa anaknya tidak mendapat tindakan medis lanjutan setelah infus gagal terpasang.
Selanjutnya petugas medis memasang infus lewat paha anak tersebut. Namun membuat anaknya mengalami pembengkakan di bagian paha tempat di mana infus itu dipasangkan.
Ketika perawat kembali memasukkan suntikan, menyebabkan pasien merintih kesakitan hingga tubuhnya gemetar.
Kondisi itu berlangsung hingga pagi hari, sebelum akhirnya dokter spesialis anak RSIA Permata Hati merekomendasikan dirujuk ke RSUD dr Soedjono Selong untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Ditemui di tempat kerjanya, Kepala Bidang Pelayanan Laksmi Setya Rizki, didampingi Wakil Direktur Medis RSIA Permata Hati Baiq Reski Setiagarini, membantah adanya penelantaran oleh petugas. Faktanya, kata dia, sejak pertama kali datang ke RSIA Permata Hati pasien telah ditangani dengan baik berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
"Jadi kalau dikatakan ada penelantaran, itu adalah tuduhan yang cukup berat di kami, padahal kami sudah memberikan pelayanan maksimal yang sesuai dengan SOP pelayanan," ucapnya kepada opsintb.com saat di Aula RSIA Permata Hati, Kamis kemarin (13/02/2025).
Ia menjelaskan, pasien awalnya datang ke IGD dengan keluhan demam, batuk-filek, muntah dan diare.
Berdasarkan pengakuan orang tua pasien, gejala itu sudah berlangsung selama tiga hari. Sebelumnya, ucapnya, anak tersebut sempat juga dibawa ke dokter umum sebelumnya.
"Jadi memang, pasien datang ke IGD sudah dalam kondisi dehidrasi berat karena sudah berlangsung selama tiga hari, itu berdasarkan pengakuan ibunya juga berdasarkan hasil anamnesa dari teman-teman di IGD," ujarnya.
Dia menjelaskan, pada umumnya sesuai pelayanan di IGD, pasein memang harusnya diberikan infus, apalagi waktu itu pasein tersebut dalam kondisi lemas.
Tapi karena sudah dalam kondisi dehidrasi berat, sehingga setiap kali dimasukkan infus, pembuluh darahnya pecah.
Kondisi seperti itu secara medis adalah hal yang sering terjadi terhadap pasein yang mengalami dehidrasi berat.
Pasein dengan kondisi itu, terang Laksmi, hanya bisa diberikan infus lewat vena besar. Sayangnya, RSIA Permata Hati belum membuka layanan seperti itu, sehingga oleh dokter spesialis anak dan dokter yang bertugas di IGD merekomendasikan untuk dirujuk ke RSUD yang sudah membuka layanan itu.
Ketika hendak dirujuk, lanjutnya, petugas RSUD menyarankan untuk berkonsultasi dulu ke dokter spesialis anestesi atau spesialis bedah. Alhasil, setelah dikonsultasikan, pihak RSIA Permata Hati mengambil tindakan dengan melakukan vena section, yaitu memasukkan infus lewat vena besar yang ada di paha yang langsung dilakukan oleh dokter spesialis bedah atau anestesi di ruang operasi.
"Jadi tindakan yang dilakukan adalah pemasangan infus lewat pembuluh darah besar yang di paha, karena memang yang paling besar ada di paha," ujarnya.
Setelah diberikan tindakan, sambungnya, dokter yang menangani kemudian menjelaskan hasil dari tindakan tersebut.
Selain itu, dokter juga memberikan edukasi kepada orang tua pasein mengenai perawatan pasca pemasangan infus melalui vena section tersebut, di antaranya adalah belum dibolehkan untuk menggendong pasien untuk sementara waktu, karena dikhawatirkan infus yang terpasang itu terlepas.
Pasalnya, pemasangan infus lewat prosedur itu cukup sulit dilakukan, dan itupun hanya bisa dilakukan oleh dokter spesialis bedah.
"Jadi setelah mendapat tindakan itu, naiklah pasein ke rawat inap," jelasnya, sembari mengatakan bahwa semua pelayanan yang diberikan, mulai dari IGD, tindakan yang diberikan hingga ke ruang rawat inap, sudah sangat maksimal dan sesuai dengan SOP yang berlaku.
"Jadi kalau dugaannya penelantaran, saya rasa tidak," tegasnya.
Pasalnya, kata dia, ketika baru datang, pasein sangat lemes karena dalam kondisi dehidrasi berat sehingga bawaannya tidur terus. "Ada istilahnya itu kesadarannya somnolen, di mana orang maunya tidur terus karena lemes," jelas Laksmi.
Ia menegaskan bahwa tindakan yang diberikan berupa vena seksi itu menunjukkan hasil yang baik, sehingga ketika benar-benar dirujuk ke RSUD, kondisi kesadarannya sudah pulih. Hal Itu juga diakui oleh dokter spesialis anak yang menangani dia waktu itu.
"Jadi kondisinya saat dirujuk sudah dalam kondisi composmentis, jadi sudah dalam kesadaran penuh, nangis kuat, karena kebetulan saya sendiri ngangkat, mindahin dari tempat tidurnya waktu berangkat pakai ambulan," tutup Laksmi.
Wakil Direktur Medis RSIA Permata Hati, Baiq Reski Setiagarini menambahkan, bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh petugas selalu dijelaskan kepada orang tua pasien, termasuk apa reaksi yang akan muncul setelah dilakukan tindakan. Tak tidak hanya dijelaskan, tindakan yang dilakukan juga atas dasar persetujuan orang tua pasein.
"Jadi semua tindakan yang kami lakukan atas persetujuan wali pasein, kami tidak mungkin melakukannya tanpa izin," pungkasnya.
Terkait keluhan orang tua pasein bahwa anaknya dibiarkan menangis kesakitan sepanjang malam, Ia mengatakan bahwa itu lebih baik daripada anak lemas dan diam saja. Pasalnya, hal itu menunjukkan bahwa pasein dalam kondisi sadar dan punya tenaga.
"Lebih baik ia menangis, karena itu artinya dia punya tenaga yang masih kuat," pungkasnya. (kin)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami