OPSINTB.com - Proyek pembukaan Jalan Usaha Tani (JUT) oleh Dinas Pertanian lewat Pemdes Desa Paok Pampang, Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur menuai pro kontra di tengah petani. Pasalnya, proyek itu dinilai tidak adil, tanah hanya diambil satu pihak saja.
Mewakili adiknya, Anwar menerangkan, penolakan itu dilakukan lantaran dirasanya tak adil. Pasalnya tanah, kata dia, hanya diambil hanya di sebelah saja. Karena sikap itu, adiknya dipanggil pihak ke kantor desa dan mendapatkan intimidasi.
"Setelah diminta ke kantor desa adik saya diintimidasi, bahkan adik saya disuruh terbang tidak akan diberikan lewat dari bawah maupun lewat dari atas untuk melintas di jalan itu," tutur Anwar, kepada opsintb.com, Sabtu (27/07/2024).
Dia menceritakan, pihak pemdes melalui kepala wilayah (kawil), mendatangi pemilik tanah dari rumah ke rumah untuk meminta tanda tangan persetujuan. Seyogyanya, kata dia, harus dikumpulkan dalam satu tempat. "Sosialisasi juga tidak ada," imbuhnya.
Oleh kawil setempat, ujarnya, dituding hanya adiknya yang belum tanda tangan. Buntutnya, yang bersangkutan dipanggil ke kantor desa.
Sesampainya di kantor desa, ungkap Anwar, adiknya mendapatkan intimidasi. Dia membeberkan, jika tak setuju adiknya tak akan diizinkan melewati jalan tersebut.
"Tidak hanya itu bahkan saya tidak akan dikasih untuk mengairi sawah juga saya dilarang melewati jalan tersebut sampai saya disuruh terbang, itu ancaman dari pak camat dan kepala desa," ketusnya.
Pemilik tanah sebenarnya bukannya tak setuju. Namun, pihaknya menginginkan agar tanah diambil dari sebelah kiri dan kanan. Dengan begitu, menurut dia, perlakuan yang adil.
Dalam pelebaran tersebut, jelasnya, hanya diambil sebelah kanan, yakni tanahnya saja. sedangkan disebelah kiri tidak, dengan alasan Irigasi sudah permanen.
"Kalau mau kita kan seadil-adilnya sudah tanah kita sedikit dari dulu kita aja diambil tanahnya, alasan yang sebelah kiri irigasinya sudah permanen, setau saya kalau orang membuat jalan walaupun permanen akan dirusak biar adil," jelasnya.
Dijelaskannya, dalam pembuatan jalan ini pihak pemdes tidak membayar. Tiba-tiba sudah dipasang patok batas pengambilan tanah itu 3 meter, sepanjang 70 meter serta bahkan belum melakukan sosialisasi.
Anwar, berharap pemdes harus berlaku adil, jagan semaunya sendiri, dan mengintimidasi.
Anwar mengatakan, dirinya tak ada niatan melawan pemerintah, dia taat pajak.
"Mereka kan pejabat, jangan bilang kita melawan pemerintah, kita tidak melawan pemerintah kita taat pajak kok, janganlah seenaknya," harapnya.
"Malah Camat Sukamulia ini mengatakan saya yang bertanggung jawab seolah-olah masyarakat sudah digenggamnya ndak bisa begitulah kita kan negara merdeka, bahkan kami diminta untuk mencari pengacara," tambahnya.
Hal serupa dialami oleh Hj Siti Saerah, tanah miliknya juga kena lantaran pembanguan JUT itu. Dia mengungkap masyarakat rata-rata tidak setuju karena berat sebelah.
Tetapi, kata dia, kembali dengan alasan yang sama ada bangunan parit permanen. Dirinya dipaksa untuk menandatangani surat pembebasan lahan itu.
"Saya sebenarnya tidak setuju, tapi saya didatangi pemerintah desa dengan mengatakan tinggal saya sendiri tidak tandatangan, makanya saya tanda tangan," terangnya Hj Siti saerah.
Terpisah, Camat Sukamulia, Lalu Rahman Amry mengatakan, terkait penolakan warga soal pembukaan jalan tersebut dirinya belum ada solusi.
Saat ditanya prihal tali asih bagi warga yang menolak diambil tanahnya, Camat Sukamulia enggan membeberkan, lantaran dirinya takut warga yang lain juga meminta.
"Kalau dikasih tali asih takutnya merembet ke yang lain mau juga diberikan, tidak bisa kita pakai begitu karena satu yang bermasalah kalau semuanya baru kita bisa berikan," katanya.
Walaupun ada warga menolak pembuatan jalan ini kata camat, program ini harus tetap berlanjut. Karena kata dia, tidak boleh negara kalah dengan satu orang, karena ini program pemerintah.
"Kalau kita begitu aja berarti pemerintah tidak kuat kita, misal satu tidak setuju terus-terus kan begitu proyek ini harus tetap jalan," terangnya.
Sementara saat ditanya prihal warga diintimidasi camat tidak mengakui. Menurutnya, tidak pernah ada intimidasi.
Dia mengklaim, pihak Pemdes yang turun langsung turun ke warga, sedangkan dirinya mengaku tidak pernah ikut.
"Tidak pernah, kurang tau saya siapa dulu yang mengintimidasi, pihak Pemdes kan yang turun dari bawah, kalau dari bawahnya kami ndak ikut cuma Kades infokan kami ke kecamatan meminta untuk pengawalan makanya kami memonitor dengan Pak Kapolsek dan kemarin datang alat berat cuma itu aja," tutupnya. (zaa)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami