OPSINTB.com - Bupati Lombok Tengah, H Lalu Pathul Bahri angkat bicara perihal ditetapkannya Kabupaten Lombok Tengah dalam peringkat kedua angka kemiskinan se-kabupaten/kota di NTB.
Menurut dia, pemerintah sedang berjuang bersama untuk menurunkan angka kemiskinan di Lombok Tengah. Dengan cakupan wilayah yang luas serta penduduk terbanyak kedua setelah Kabupaten Lombok Timur, sudah sepatutnya urutan itu tidak dipermasalahkan karena angka itu masih di bawah rata-rata angka kemiskinan provinsi.
''Kita bersyukur, tetapi terus kita ikhtiarkan untuk menurunkan angka/urutan ini. Dan, ini tidak rekayasa, itu hasil BPS. Kita tetap berjuang bersama untuk menurunkan angka itu,'' kata Pathul Bahri dalam acara ngobrol santai bersama awak media di ruang kerjanya, Selasa (7/3/2023).
Pathul menjelaskan, angka kemiskinan bukan dilihat dari orang itu miskin saja, tetapi kebutuhan air bersih, pendidikan, dan lain sebagainya harus terjamin.
Berbicara angka kemiskinan, Pathul mencontohkan; listrik yang mengalir ke masyarakat tidak boleh mati. Implikasinya, jika listrik mati masyarakat tidak bisa belajar yang larinya ke arah kebodohan, masyarakat yang sehari-hari berjualan dengan memanfaatkan daya listrik tidak bisa berjualan dan dapat menyebabkan kemiskinan.
''Jadi berbicara angka kemiskinan itu luas. Membuat jalan itu menurunkan angka kemiskinan untuk mobilisasi perdagangan dan perniagaan,'' imbuhnya.
Menurunkan angka kemiskinan memang cukup berat. Menurunkan dua digit angka dalam setahun saja membutuhkan kerja keras. Untuk itu, pemerintah daerah bersama lembaga vertikal harus bekerjasama untuk menanggulanginya.
''Maka tugas kita semua adalah sama, bagaimana bersinergi semua dinas termasuk lembaga-lembaga vertikal yang ada di Kabupaten Lombok Tengah,'' ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Lombok Tengah, Syawaludin Siregar mengatakan, kemiskinan juga berimplikasi terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). Selama ini banyak angka putus sekolah disebabkan oleh kemiskinan.
''Terlebih saat pandemi Covid-19 kemarin, banyak anak yang tidak bisa menikmati pembelajaran karena ketiadaan sarana karena harus sekolah melalui online,'' kata Syawaludin.
Ia menambahkan, kemiskinan dapat diukur dari pengeluaran perkapita selama satu bulan. Jika pengeluaran perkapita sejumlah Rp 480 ribu/bulan, maka orang itu dapat dikatakan miskin. (wan)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami