OPSINTB.com - Senin Apriadi, mungkin terdengar asing bagi kebanyakan orang. Tapi tidak bagi mereka yang hobi melukis.
Pria asal Lingkungan Seruni, Kelurahan Selong, Kecamatan Selong, Lombok Timur (Lotim) ini, menghabiskan waktunya untuk melukis dan membuat bingkai lukisan maupun foto biasa.
Di ruangan sederhana miliknya itu, dia terbiasa mengisi canvas kosong. Mengubahnya menjadi barang berharga enak dipandang.
Apriadi merupakan satu dari puluhan pelukis di Lombok Timur (Lotim). Karya-karyanya sudah banyak dilirik, bahkan sudah banyak yang dikirim ke luar negeri.
Melukis sudah puluhan tahun digelutinya. Pahit manis menjadi pelukis telah dilalui.
Terlihat, puluhan lukisan, mulai dari berukuran kecil hingga jumbo terpajang di ruangannya. Sebagian lukisan dibiarkan tergeletak begitu saja bersama potongan kampas dan kayu-kayu kecil.
Beberapa lukisan terlihat masih setengah jadi dan beberapa sudah dipasangkan bingkai.
Sebagian lukisan telah berumur puluhan tahun, dan beberapa lukisan juga masih baru. Lukisan dengan gambar alam, wayang, dan lainnya membuat ruangan sederhana itu sangat indah dan estetik, meskipun sedikit berantakan.
“Saya kalau sekarang hanya di rumah saja. Di sini (rungan kerja, red) saja setiap hari. Mulai dari melukis dan membuat bingkai pesanan. Kalau ada event live painting, baru saya keluar,” ucap Senin Apriadi saat ditemui di rumahnya, Senin (21/4/2025).
Ia menceritakan, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) bakat menggambarnya sudah mulai terlihat. Sejak itu ia senang sering mencoret-coret dengan peralatan seadanya.
Kemudian saat menginjak usia kelas lima SD, tuturnya, bakat melukis itu semakin terlihat.
Dirinya mengenang tahun 1.976 lalu, saat salah satu karyanya dilirik oleh pemilik Bioskop.
Saat itu, kata dia, bekerja di Bioskop tersebut sebagai bagian gambar film dan menulis spanduk. Waktu itu, ucapnya, masih menggunakan bahan seadanya seperti tripleks dan kertas manila.
Tak hanya peralatan, pewarna pun masih sangat terbatas. Seingatnya hanya menggunakan pewarna kue.
“Saat itu saya juga sering disuruh buat spanduk secara manual, tapi saat itu saya belum fokus dan percaya diri menjadi seorang pelukis,” katanya.
Selain itu dirinya juga sempat diminta untuk menggambar di Kantor BKKBN Provinsi NTB, untuk sosialisasi program BKKBN.
Selain aktif melukis, dirinya juga menekuni bidang olahraga. Seperti karate, catur, sepakbola, dan lainnya.
Pada tahun 1985 hingga 1990, dirinya merupakan salah satu atlet catur asal Lotim. Selain itu dia juga sempat menjadi pelatih sepak bola di Lotim.
“Saat itu saya melatih bola sambil melukis. Meskipun tahun 1980 itu kita sudah mengenal banyak warna dan sudah bergabung di salah satu sanggar,” tutur Apriadi.
Pada awal tahun 1990, ia kemudian memutuskan keluar menjadi atlet catur dan fokus melukis. Meskipun saat itu dirinya masih mengemban amanah sebagai pelatih sepak bola.
Dia harus rela bolak balik Lombok Bali untuk melukis dan jual lukisan.
Dari sana, diakui bakat melukis dan karyanya banyak dilirik oleh pencinta seni lukis. Meskipun saat itu karyanya dijual dengan harganya masih sangat murah.
Dia menuturkan, dia berproses lebih dari 13 tahun untuk betul-betul bisa menjadi pelukis. Lantaran bakatnya itu tak diasah dibangku sekolah, melainkan secara otodidak.
“Saya matangnya di tanjung luar. Karena saya sering melukis di tanjung luar di dermaga,” kenang Apriadi.
Diakui pahit manis menjadi pelukis sudah habis dilalui. Berbagai pameran pun telah dijajaki.
Meskipun pernah menjadi seorang yang aktif di dunia olahraga dan menjadi atlet. Namun ia lebih memilih untuk fokus menjadi seorang pelukis.
Bahkan sejak masih muda ia menolak sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) demi tetap melukis.
Ratusan lukisan telah dijual, dan sudah terkenal di berbagai belahan dunia. Satu lukisannya dibandrol dengan harga minimal Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Namun sebagian besar lukisannya dijual di bawah Rp 10 juta.
“Paling mahal Rp 10 juta, itu lukisan perahu diambil oleh wisatawan dari Kanada. Kalau Sekarang paling harganya di bawah Rp 10 juta saja,” ungkapnya.
Sebelum pandemi Covid-19 diakui menjadi tahun kejayaan di dunia seni lukis, berbagi pameran telah diikuti dan ratusan lukisan terjual, pun alat dan bahan melukis.
Namun setalah namun saat bencana non alam itu menyerbu, dirinya hanya fokus bekerja di sanggar Dame Kampas miliknya. Untuk melukis, menjual alat dan bahan melukis dan bingkai.
Selain itu dirinya juga membuka pelatihan melukis di rumahnya. Banyak anak-anak SMK maupun SMP yang belajar melukis di rumahnya.
Saat ini diakui ia lebih betah menghabiskan waktu di rumah di gudang seserahan miliknya. Meskipun kerap mendapat tawaran menjadi guru seni di berbagai sekolah.
Dulu kata dia, menjadi seniman itu, dianggap tidak jelas, orang tidak berpenghasilan. Ternyata anggapan itu salah, justru menjadi sumber penghasilan.
"Hanya ini sekarang yang saya kerjakan, menjadi sumber penghasilan saya," terangnya.
"Saya memilih untuk melukis di rumah saja, sembari mengajar anak-anak yang pelatihan melukis,” pungkasnya. (zaa)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami