Budaya

06/09/25

Menengok ritus wukuf gegaman di Desa Songak

 
Menengok ritus wukuf gegaman di Desa Songak

Foto: Tradisi wukuf gegaman atau penyucian benda pusaka di Masjid Tua Songak. (kin/opsintb)


OPSINTB.com - Di Pagi buta suasana pedesaan. Masyarakat masih bersarung dan peci. Sejumlah pria datang untuk gotong royong, kupas ratusan kelapa. Suara bunyian kupasan itu bertaut, menghasilkan nada indah.


Lain lagi dengan perempuan. Mereka sibuk menyiapkan makanan bagi yang tengah sibuk bergotong royong.


Suasana itu berlangsung hingga sore hari. Gotong royong bagi masyarakat desa memang tak ubahnya seperti sebuah mahkota.


Waktu sore, senja pamit. Bersamaan dengan lantunan ayat suci dan rasa dingin yang menghujam tubuh. Aktivitas itu berhenti sementara, hingga solat Isya' usai. 


Malam pun semakin larut. Tapi suasana di Masigid Bengan Songak (masjid tua, red) semakin ramai. 


Semua laki-laki membawa gegaman (benda pusaka, red) dalam berbagai jenis. Ada yang berbentuk keris, parang, tombak, pisau, kayu, botol berisi minyak, hingga berbagai jenis sabuk (ikat pinggang).


Uniknya benda-benda pusaka itu rata-rata berbalut kain putih. Bahkan kain itu jadi sarung besi.


Di deretan besi itu, ada kembang setaman, buhur, dan sanganan berupa nasi kuning sebanyak lima dulang. Setiap dulangnya berisi rangkap ganjil satu, tiga, lima, tujuh, dan sembilan.


Tak berselang lama, ritual sesepuh desa songak naik ke Masigid Bengan dan memulai ritual. Warga Songak menyebut ritus itu dengan Wukuf Gegaman.


Ritus ini memiliki nilai magis tersendiri dan budaya yang luhur. "Ini dilaksanakan setiap malam tanggal 12 Rabiul Awal," kata Murdiyah kepada opsintb.com usai ritual, Kamis malam (4/8/2025).


Kegiatan penyucian benda-benda pusaka itu, imbuhnya, merupakan rangkaian dari ritual Bejarig Minyak (pembuatan minyak) Songak.


Setiap gegaman itu diasap dan dicelupkan ke kembang setaman. Sambil dibacakan doa khusus. Tujuannya ialah sebagai bentuk pemeliharaan semata.


Kegiatan ini tersebar di berbagai daerah di nusantara. Ada berbagai tujuan, yakni ada yang menjadi penghormatan para leluhur. Selain itu, tujuannya, memelihara keawetan dan orisinalitas benda pusaka agar dapat diwariskan ke generasi mendatang. "Tergantung mereka yang melaksanakannya," kata dia.


Menurut dia, kegiatan ini memang dilakukan sejak zaman dulu. Dulu biasanya, usai wukuf minyak, warga saling beradu tangkas. Bagi mereka yang luka bakal diobati langsung menggunakan minyak tersebut. 


Kegiatan ini, digelar semata-mata untuk mempertahankan budaya. Sebab, ada yang meyakini kegiatan itu sebagai bentuk penyucian secara spiritual dan berbagai maksud lainnya.


"Ini merupakan warisan yang harus dipelihara, karena masih mempunyai makna bagi masyarakat," pungkas Murdiyah. (kin)

29/08/25

Gadis cantik Liana, sang perintis Putri Naga

 
Gendang beleq putri naga
Foto: Liana, Owner Gendang Beleq Putri Naga Kayulian.

OPSINTB.com - Tabuhan gendang terdengar mengalun dari rumah Liana, warga Dusun Kayulian, Desa Pringga Jurang, Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur. Tak plak membuat warga sekitar terheran.


Sebagian berfikir ada upacara di desa itu. Sisanya, mungkin karena terjebak masa lalu sehingga bunyinya terdengar kembali.


Sebab, di dusun itu sudah lama tak terdengar suara gendang. Warga setempat hanya bisa menikmati alat kesenian itu saat ada upacara adat, itu pun milik orang luar.


Saking lamanya tak terdengar, bagi warga Kayulian, suara gendang bagi oase di tengah padang tandus. Lantaran harus nunggu ada upacara dulu, baru bisa kembali menikmati dentingan kesenian itu.


Tapi sepertinya, masa lalu alunan suara gendang bakal terobati. Warga tak perlu lagi menunggu seperti yang dulu.


Karena di dusun itu sekarang sudah ada sanggar Gendang Beleq Putri Naga Kayulian, yang siap menyajikan irama ketukan yang meresap ke jiwa.


Pendiri sanggar tersebut ialah dara cantik kelahiran 5 Februari 2000. Kini ia sebagai satu-satunya perempuan yang menjadi pendiri sanggar, yang biasanya digeluti oleh kaum Adam itu. Liana bukan hanya seorang pelestari budaya, tapi juga simbol kekuatan perempuan dalam dunia yang mayoritas didominasi laki-laki.


"Saya sangat menyukai hiburan, dan ingin melestarikan adat budaya Lombok, budaya suku Sasak," ucap Liana, si gadis cantik pemilik Putri Naga, Kamis (28/8/2025)


Perempuan 25 tahun itu menuturkan, di kampungnya itu belum ada kesenian itu. Lantaran ia mendirikan sanggar dengan niatan agar dirinya dan masyarakat bisa terhibur.


Di tengah arus modernisasi dibarengi keterbatasan fasilitas di kampungnya, ia memilih jalan yang tidak biasa membangkitkan kembali warisan leluhur melalui suara gendang.


Liana menuturkan, membangun kelompok seni budaya bukan perkara mudah, tapi dirinya menghadapi banyak tantangan. Mulai dari keterbatasan dana, sulitnya mendapatkan peralatan, hingga minimnya dukungan dari keluarga dan lingkungan. 


Sebagian alat gendang harus ia datangkan dari luar daerah, seperti besi dari Bali yang dipilih karena kualitasnya, sementara alat musik tradisional lainnya ia cari satu per satu dari Lombok.


"Ngumpulin alat itu luar biasa susahnya. Tempat belinya beda-beda. Ada yang dari Bali, ada yang dari Lombok. Semua saya pilih karena saya ingin yang terbaik," katanya.


Tidak hanya soal alat, tantangan juga datang dari stigma masyarakat. Pasalnya, sebagai perempuan, Liana masuk ke dalam dunia yang selama ini identik dengan laki-laki. 


Gendang beleq dikenal sebagai seni tradisi yang hampir seluruhnya dimainkan oleh pria. Namun, justru dari situlah nama Putri Naga lahir sebagai simbol bahwa perempuan juga bisa.


Dia menceritakan, nama Putri Naga diambil dari tahun kelahirannya. Menurut kalender Cina, dirinya di tahun naga.


"Dari situ saya merasa ada kekuatan. Saya ingin buktikan kalau perempuan juga bisa memainkan peran besar dalam melestarikan budaya," inginnya.


Meski sudah mampu membentuk grup dan dikenal hingga ke luar kampung, Liana mengaku belum puas. Ia berharap kelak kelompok ini bisa menjadi bagian dari penyambutan tamu-tamu penting negara, seperti Presiden atau Menteri Pariwisata, saat berkunjung ke Lombok.



"Siapa tahu suatu saat ada bapak Presiden datang ke sini, kita bisa sambut dengan gendang beleq. Saya ingin Gendang Beleq Putri Naga ini jadi wajah budaya Sasak yang bisa dibanggakan," harapnya.


Sebelum fokus membangun seni tradisi, Liana juga sempat menjalani berbagai bisnis, dari menjual parfum, mengekspor barang ke luar negeri, hingga berdagang buah. Namun kini, ia memusatkan tenaganya di bidang yang menurutnya paling bermakna yaitu budaya.



"Saya sempat punya brand parfum sendiri, tapi sekarang saya tunda dulu. Saya ingin fokus dulu ke gendang beleq ini. Nanti kalau sudah berjalan lancar, saya ingin kembangkan lagi mungkin ke gamelan," jelasnya.


Dengan semangat membara dan tekat baja, Liana melangkah pelan tapi pasti. Meskipun sebagian keluarga belum sepenuhnya mendukungnya.


Dari riuhnya modernisasi dan derasnya arus digital, Liana memilih berdiri di atas akar tradisi. Ia bukan sekadar penggerak seni. Ia adalah Putri Naga yang menyalakan kembali bara warisan Sasak, dari sebuah kampung kecil untuk Indonesia, dan dunia.


Ia percaya, apa yang ia lakukan akan membuahkan hasil dan menginspirasi banyak orang, terutama perempuan muda Lombok.


"Keinginan terbesar saya adalah melestarikan budaya suku Sasak. Karena budaya itu identitas kita. Kalau bukan kita yang jaga, siapa lagi?," terang dara cantik ini. (zaa).

20/08/25

Parade Budaya, pesan kebangkitan pariwisata NTB pada HUT 80 RI

 
Parade budaya 2025
Foto: Parade Budaya NTB 2025 semarak meriahkan HUT ke-80 RI. (Biro Adpim NTB)

OPSINTB.com - Ada yang berbeda, perayaan kemerdekaan Republik Indonesia dengan yang sebelumnya. Di umur HUT ke 80 ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat gelar parade budaya.


Kegiatan itu digelar di jalur utama jantung kota NTB (Mataram) pada Selasa sore (19/8/2025).


Ribuan peserta memadati kegiatan itu. Mereka berjalan dari Islamic Center melewati panggung kehormatan di Taman Sangkareang yang diduduki oleh Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur, kemudian berakhir di Kantor Gubernur.


"Parade budaya ini untuk menyemarakkan HUT RI sekaligus kita coba ikhtiarkan agar bisa menjadi event tahunan, menjadi atraksi budaya yang menambah daya tarik wisatawan ke NTB," ujar Kepala Dinas Pariwisata NTB, Ahmad Nur Aulia, Selasa (19/8/2025).


Selain menyemarakkan perayaan HUT RI, parade budaya itu disebut sebagai pertanda pesatnya perkembangan pariwisata di tanah Gumi Gora. Kedepannya diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke NTB.


Tema khusus parade ini adalah berbudaya. Pesannya islah selain meramaikan HUT ke-80 RI juga untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke NTB.


Aulia menambahkan, kegiatan ini sejalan dengan momentum high season kunjungan wisatawan ke NTB, di mana NTB tengah berupaya menghadirkan atraksi-atraksi baru bagi wisatawan. 


"Kedepan, kami bersama Pemerintah Kota Mataram akan meluncurkan konsep Mataram Karnaval sebagai agenda rutin," tukasnya.


Parade ini melibatkan beragam peserta, mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), TNI-Polri, paguyuban, komunitas rukun keluarga, pelaku seni, hingga drum band. Tidak hanya menampilkan budaya lokal Sasak, Samawa, dan Mbojo (Sasambo), parade juga diramaikan oleh komunitas Tionghoa, Hindu, serta perwakilan dari Nusa Tenggara Timur (NTT).


Parade yang berlangsung sejak pukul 16.00 hingga 18.30 itu mengakibatkan beberapa ruas jalan utama di Kota Mataram ditutup sementara, mulai dari depan Islamic Center hingga Jalan Pejanggik depan Kantor Gubernur NTB. (zaa)

08/08/25

Ngasuh Gunung, ritual selamat di punggung Rinjani

 
Gunung rinjani lombok adat lombok

Foto: Mangku Rinjani memeberikan sembek (pemberian tanda di kepala) kepada sejumlah tokoh adat yang hendak naik Rinjani.


OPSINTB.com - Kabut tipis di kaki Rinjani menyeruak. Menemani aktivitas masyarakat di wilayah itu.


Sepagi itu, masyarakat masih berselimut tebal. Sebagiannya membawa barang dagangannya ke pasar menggunakan sepeda moor, sebagian lagi terlihat sudah di sawah.


Pemandangan justru terasa beda saat sorot mata tertuju ke Rinjani. Gunung itu seolah tengah beristirahat melepas dahaga.


Bersantai sejenak setelah lama meladeni pendaki yang jeramahinya. Hanya ketenangan yang nampak mengitarinya.


Angin pun bertiup mesra. Membawa aroma kemenyan.


Di balik keindahannya, tuah Rinjani melegenda. Ceritanya bahkan sudah membatu dalam relung sanubari masyarakat.


Tak heran orang-orang tua dahulu siapa pun itu, jika ingin menaiki punggungnya melewati berbagai ritual. Ritus ini yang menghantar mereka untuk bisa naik dengan selamat. Saat mereka turun pun, dipercaya bakal mendapatkan berkahnya.


Aturan adat itu berlaku bagi siapa pun yang ingin naik, harus mengenakan kain putih polos. Serupa berihram di tanah suci. 


Di gunung yang dirapalkan hanya doa. Setiap langkah memuncaknya diiringi dengan puji-pujian mantra.


Rinjani bersama kesakralannya, mendapat uji. Lakon masyarakatnya sudah berubah.


Kini, di punggung Rinjani tak ada lagi rapalan mantra. Kain putih pun ditelan masa.


Di kaki gunung sebelah utara, aroma buhur kembali tercium. Bersama dengan partikel angin yang membawanya. 


Ternyata, warga Sajang, Kecamatan Sembalun sedang memulai ritualnya di bale Lokaq. Ngasuh Gunung namanya.


Bagi mereka yang hidup di lingkar Rinjani, mempercayai ritus ini sebagai media tolak bala. Agar, tak ada lagi bahaya yang menimpa.


"Ritual Ngasuh Gunung ini merupakan bentuk spritual masyarakat meminta kepada tuhan, memohon keselamatan. Khusunya orang-orang yang akan naik ke Gunung Rinjani," ucap Kiyai Adat Desa Sajang, Edi Susanto, Senin (4/8/2025).


Tentu hal ini dilakukan dengan tata cara dan akhlak yang baik, serta mencintai alam.


Karena di gunung itu, ada mahluk tak kasat mata, itu wajib ada. Semua orang harus percaya bahwa mereka itu ada.


Para orang tua terdahulu, ketika hendak naik ke gunung betul-betul dilakukan dengan cara yang baik, beretika, menghormati gunung dan sangat cinta terhadap alam.


Menurutnya cara-cara yang diwariskan orang tua terdahulu saat mendaki, betul-betul dilakukan dengan penuh sopan santun dan tata krama. Sebab Gunung Rinjani bukan hanya sekedar gunung, namun dinilai sebagai tempat suci.


Bahkan, Maulana Syekh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pahlawan nasional mengatakan Gunung Rinjani itu tempat para wali.


"Orang terdahulu ketika hendak naik ke Rinjani, akan menemui sejumlah orang seperti mangku Gunung, mangku ada adat dan tokoh lainnya," tuturnya.


Mereka datang dengan pakaian yang rapi, bahasa yang sopan untuk minta petunjuk dan

saran saat hendak menaikinya. Menaik gunung harus didasari oleh niat baik, akhlak yang baik pula.


Sehingga tak pernah terdengar pada zaman dulu kejadian-kejadian pendaki yang terjatuh seperti saat ini. Semua yang pergi ke gunung kembali dengan selamat.


Itulah bentuk kesederhanaan 

orang-orang tua dulu jika ingin pergi ke gunung. 


Dia pun meminta kepada masyarakat, siapa saja yang akan naik ke Rinjani untuk tidak menghilangkan adat istiadat di masyarakat, peninggalan orang tua terdahulu.


"Makanya jangan sampai hal-hal yang sekecil ini kita hilangkan begitu saja. Bahkan orang tua kita dulu sebelum ke gunung mereka di Sembek dulu," katanya.


Dia menuturkan, ritual Ngasuh Gunung dilakukan oleh mangku gunung. Penyelesaian prosesi adat dilakukan oleh Kiyai Adat serta para orang tua di Desa Sajang.


Setelah acara doa bersama di rumah adat, sejumlah tokoh adat yang akan naik ke Gunung Rinjani kemudian disembek (pemberian tanda di kepala) oleh mangku.  Sebelum perjalanan ke Pos dua.


Di gunung berbagai rangkaian adat dilakukan, termasuk doa dan makan bersama-sama. Prosesi adat bahkan dilakukan selama dua hari, sehingga masyarakat akan menginap di gunung untuk menyelesaikan semua prosesi ritus tersebut.


Menurutnya, adat dan agama tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bahkan masyarakat mengenal Islam melalui adat.


Ritus ini diakuinya wajib dilakukan oleh masyarakat yang ada di lingkar Rinjani. Waktu pelaksanaan tidak ditentukan, tergantung dari masyarakat sendiri. 


"Bisanya dilakukan 1 kali dalam dua tahun, bahkan 1 kali dalam 3-5 tahun," tutupnya. (kin)

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama