Foto: Tradisi wukuf gegaman atau penyucian benda pusaka di Masjid Tua Songak. (kin/opsintb)
OPSINTB.com - Di Pagi buta suasana pedesaan. Masyarakat masih bersarung dan peci. Sejumlah pria datang untuk gotong royong, kupas ratusan kelapa. Suara bunyian kupasan itu bertaut, menghasilkan nada indah.
Lain lagi dengan perempuan. Mereka sibuk menyiapkan makanan bagi yang tengah sibuk bergotong royong.
Suasana itu berlangsung hingga sore hari. Gotong royong bagi masyarakat desa memang tak ubahnya seperti sebuah mahkota.
Waktu sore, senja pamit. Bersamaan dengan lantunan ayat suci dan rasa dingin yang menghujam tubuh. Aktivitas itu berhenti sementara, hingga solat Isya' usai.
Malam pun semakin larut. Tapi suasana di Masigid Bengan Songak (masjid tua, red) semakin ramai.
Semua laki-laki membawa gegaman (benda pusaka, red) dalam berbagai jenis. Ada yang berbentuk keris, parang, tombak, pisau, kayu, botol berisi minyak, hingga berbagai jenis sabuk (ikat pinggang).
Uniknya benda-benda pusaka itu rata-rata berbalut kain putih. Bahkan kain itu jadi sarung besi.
Di deretan besi itu, ada kembang setaman, buhur, dan sanganan berupa nasi kuning sebanyak lima dulang. Setiap dulangnya berisi rangkap ganjil satu, tiga, lima, tujuh, dan sembilan.
Tak berselang lama, ritual sesepuh desa songak naik ke Masigid Bengan dan memulai ritual. Warga Songak menyebut ritus itu dengan Wukuf Gegaman.
Ritus ini memiliki nilai magis tersendiri dan budaya yang luhur. "Ini dilaksanakan setiap malam tanggal 12 Rabiul Awal," kata Murdiyah kepada opsintb.com usai ritual, Kamis malam (4/8/2025).
Kegiatan penyucian benda-benda pusaka itu, imbuhnya, merupakan rangkaian dari ritual Bejarig Minyak (pembuatan minyak) Songak.
Setiap gegaman itu diasap dan dicelupkan ke kembang setaman. Sambil dibacakan doa khusus. Tujuannya ialah sebagai bentuk pemeliharaan semata.
Kegiatan ini tersebar di berbagai daerah di nusantara. Ada berbagai tujuan, yakni ada yang menjadi penghormatan para leluhur. Selain itu, tujuannya, memelihara keawetan dan orisinalitas benda pusaka agar dapat diwariskan ke generasi mendatang. "Tergantung mereka yang melaksanakannya," kata dia.
Menurut dia, kegiatan ini memang dilakukan sejak zaman dulu. Dulu biasanya, usai wukuf minyak, warga saling beradu tangkas. Bagi mereka yang luka bakal diobati langsung menggunakan minyak tersebut.
Kegiatan ini, digelar semata-mata untuk mempertahankan budaya. Sebab, ada yang meyakini kegiatan itu sebagai bentuk penyucian secara spiritual dan berbagai maksud lainnya.
"Ini merupakan warisan yang harus dipelihara, karena masih mempunyai makna bagi masyarakat," pungkas Murdiyah. (kin)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami