OPSINTB.com - Bupati Lombok Timur, H Haerul Warisin, harus putar otak, untuk membangun di Gumi Patuh Karya. Kebijakan pemerintah pusat yang sangat terasa hingga daerah.
Bupati Iron, memilih jalan senyap untuk bangun Lombok Timur. Ia tak ingin hanya menunggu dana datang dari pusat ia memilih untuk menjemputnya sendiri.
"Kalau kita tidak datang ke pusat, tidak berkomunikasi dengan kementerian, bagaimana mereka tahu apa kebutuhan kita di daerah?," ucapnya kepada opsintb.com dengan tegas di ruangan kerjanya, belum lama ini.
Sejak awal menjabat, Haerul Warisin sadar bahwa Lombok Timur tidak bisa bergantung sepenuhnya pada APBD. Jadi semua harus ditangani dengan langkah-langkah yang tak biasa.
Terlebih lagi, transfer dana dari pusat kian menipis, bahkan beberapa pos anggaran mengalami pemotongan signifikan. Salah satunya adalah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang biasanya mencapai lebih dari Rp 100 miliar, kini hanya tersisa separuhnya.
“Padahal, 60 persen tembakau NTB itu ditanam di Lombok Timur. Tapi anggarannya malah dipotong. Ini kan sakit bagi kita,” keluhnya.
Namun kondisi ini, kata dia, tak berubah menjadi keluh kesah. Justru dari sanalah semangatnya muncul.
Hampir setiap bulan, Haerul Warisin bolak-balik ke Jakarta. Dari satu kantor kementerian ke kementerian lain, ia mengetuk pintu-pintu program, membawa proposal, membawa harapan.
Ia tahu, tidak hanya Lombok Timur yang berebut perhatian pemerintah pusat ada lebih dari 530 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia yang juga menunggu giliran. Karena itu, baginya, diam bukan pilihan.
“Untuk membuka pintu pertama, memang saya harus turun langsung. Setelah komunikasi terbangun, baru nanti kepala dinas bisa melanjutkan secara administrasi,” katanya.
Salah satu program yang kini tengah ia perjuangkan adalah Sekolah Rakyat. Sebuah konsep pendidikan alternatif bagi anak-anak miskin, yatim piatu, dan anak-anak pekerja migran yang ditinggal orang tuanya ke luar negeri.
“Banyak anak di Lombok Timur yang putus sekolah, tak ada yang mengurus. Sekolah rakyat ini nantinya akan dibiayai negara mulai dari pakaian, makanan, hingga kedisiplinan mereka,” jelasnya
Bagi H Iron, upaya menjemput program bukan sekadar mencari uang atau proyek. Ini soal bagaimana pemerintah daerah hadir dan diperhitungkan di mata pusat. Ia menyadari, untuk membangun Gumi Patuh Karya, perlu strategi bukan hanya semangat.
Perjalanan Haerul Warisin mungkin tak banyak disorot. Namun di balik meja-meja kementerian di Jakarta, di balik lembaran proposal dan pertemuan singkat, tersimpan harapan besar seorang bupati yang tak ingin daerahnya tertinggal. Ia tidak menunggu bantuan datang ia menjemputnya.
“Itulah sebabnya di tahun pertama ini saya jarang hadir di banyak acara di masyarakat. Saya mohon maaf, tapi saya sedang berjuang di pusat. Karena dari sanalah pembangunan itu bisa kita tarik ke daerah,” tuturnya pelan. (kin)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami