Foto: Kaprodi Kebidanan Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, Dr Budi Prasetyo (kiri) dan Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, H Pathurrahman (kanan).
OPSINTB.com - Dinas Kesehatan Lombok Timur, didatangi Jurusan Kebidanan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Kedatangan mereka dalam rangka agenda pengabdian masyarakat yang dikemas berupa seminar yang membincang soal bidan.
Kegiatan itu ngobrol soal Optimalisasi Kompetensi Bidan dalam Upaya Deteksi Dini Asuhan Kebidanan dan Upaya Preventif Preeklamsia menggunakan bahan alam di Dinas Kesehatan Lombok Timur.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, H Pathurrahman mengatakan, kegiatan itu melibatkan satu bidan di 35 puskesmas dan beberapa tenaga kesehatan di Lotim. Menurutnya, pengabdian masyarakat seperti itu bagus.
Karena ini dilakukan di tengah berupaya keras menurunkan kematian ibu dan bayi di Lotim.
"Dikupas apa kendala-kendala, pengetahuan, keterampilan yang diperlukan pada saat kebidanan maupun bayi," ujarnya.
Terlebih menggunakan bahan-bahan alam seperti kelor, tomat, dan alpukat.
Di Lotim kematian ibu (AKI) di bawah target nasional maupun RPJMD pada tahun 2024, yakni di angka 115 per 100 ribu kelahiran hidup.
Menurutnya, angka itu perlu diturunkan meski berada di bawah target nasional maupun RPJMD NTB, upaya-upaya harus terus dilakukan.
Di Lotim, lanjutnya, trennya fluktuatif. Tahun 2024, hanya ada 24 kasus dari 82 kasus di Provinsi NTB, artinya hanya 29,27 persen di Gumi Patuh Karya.
Namun secara persen promosi kematian di Lotim hanya 0,12, tertinggi ke tujuh dari 10 kabupaten kota di NTB.
"Kalau angka tinggi ya, tapi kalau kita peresentasikan kita di nomor 7," ujarnya.
Tahun 2024 penyebab kematian ibu terbanyak karena pendarahan 42 persen, hipertensi dalam kehamilan 12 persen dan infeksi 13 persen. Dari data itu penyebab terbanyak karena pendarahan.
Lantaran itu menjadi topik pada pertemuan itu baik secara keilmuan dan praktik di lapangan.
Sedangkan kematian bayi di Lotim, yakni 7,4 persen atau 157 kasus per seribu kelahiran hidup. Angka itu di bawah target nasional dan RPJMD, trennya menurun.
Kematian bayi terbanyak pada usia 0 sampai 28 hari mencapai 131 kasus. Artinya, harus mendapat perhatian lebih pada kurun waktu itu.
"Data ini menunjukan kita harus memberi perhatian lebih pada bayi usia 0 sampai 1 bulan atau masa neonatus," terangnya.
Dia menerangkan penyebab utamanya pada tahun 2023 hingga 2024 ialah infeksi 19 persen. Penyebab kedua pada tahun 2024 berat bayi lahir rendah yakni mencapai 14 persen.
Artinya penangan pada saat melahirkan pada usia 0 sampai 28 bulan harus menjadi perhatian yang lebih.
Lantaran itu dirinya menghimbau jika ada gejala sakit pada bayi, agar seger dibawa ke pusat kesehatan.
"Karena itu kami berterimakasih atas kedatangan Prodi Kebidanan ini, baik secara keilmuan maupun secara praktik pengalaman di daerah lain," ucapnya.
Sementara itu, Kaprodi Kebidanan Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, Dr Budi Prasetyo menerangkan, tujuan dari pengabdian masyarakat yakni saling bekerjasama untuk menurunkan kejadian Preeklamsia atau hipertensi dalam orang hamil darah tinggi.
Preeklamsia itu disebutnya merupakan penyebab utama kematian ibu di Indonesia maupun di dunia. Dalam perkembangan ilmu, kata dia, penyakit itu bisa dideteksi sejak awal serta mengetahui faktor resikonya.
"Salah satunya ibu-ibu yang mempunyai berat badan lebih," terangnya.
Selanjutnya ibu yang mengalami hamil pertama yang usianya lebih dari 35 tahun.
Sebenarnya kesemuanya itu sudah ada pada buku kesehatan ibu anak (KIA), yang merupakan program screening dini.
Dengan mengetahuinya bisa diberikan obat Aspirin yang berdosis rendah, untuk mencegah terjadinya peningkatan kekentalan darah. Juga diberikan sumplemtasi kalsium.
Di kabupaten Lotim, ucapnya, banyak sekali bahan alam yang berpotensi bisa menurunkan tekanan darah. Seperti buah alpukat dan daun kelor bisa menjadi tambahan, selain diberikan obat.
Bahan tersebut merupakan penunjang, secara literatur sudah dibuktikan.
"Ini hanya penunjang, jadi obat utamanya sudah diberikan," ujarnya.
Terpenting, ujarnya, dilakukan deteksi dini biasanya ada faktor resiko yang harus diketahui. Sebab, screening itu tidak hanya bisa dilakukan oleh tenaga keshetan saja.
Tapi dapat juga dilakukan oleh kader, PKK, tetangga, saudaranya atau bahkan dirinya sendiri. Jika ada terjadi resiko maka segera mendatangi puskesmas.
"Apalgi bidan yang dinasnya di desa harus bisa, karena mereka memiliki kamampuan melakukan screening ini," pungkasnya. (kin)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami