Kasus kekerasan terhadap anak jadi tantangan bersama - OPSINTB.com | News References

30/04/25

Kasus kekerasan terhadap anak jadi tantangan bersama

Kasus kekerasan terhadap anak jadi tantangan bersama

 
Kasus kekerasan terhadap anak jadi tantangan bersama

OPSINTB.com - Catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Lombok Timur, kasus kekerasan terhadap anak tahun 2024 sebanyak 189 kasus. Data tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 162 kasus.


Kasus itu tak hanya terjadi di kalangan keluarga, tapi juga di dunia pendidikan.


Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur, H Juaini Taofik, ditemui hari Selasa (29/4/2025) mengatakan, fenomena sosial itu tak bisa dipungkiri dan hampir terjadi di semua kabupaten. Mulai tempat umum, rumah tangga, bahkan lembaga pendidikan. 


"Kekerasan, bullying terhadap anak, bahkan pelecehan seksual terhadap anak, menjadi tantangan kita hari ini," kata Juaini Taofik. 


Lombok Timur dengan 1,4 juta penduduk, dengan penduduk usia nol sampai tujuh tahun mencapai 220 ribu anak. Angka itu disebutnya sangat besar, sama dengan jumlah penduduk satu kabupaten.


Artinya ini menjadi tantangan bersama, tak hanya Pemkab Lotim saja. Tapi harus berkolaborasi dengan banyak pihak.


Termasuk ber-konvergensi dengan pemerintah di semua tingkatan, kolaborasi dengan lembaga civil society, perguruan tinggi sampai dengan dunia usaha. Sehingga persoalan mendasar itu bisa diatasi dengan bersama.


Seperti yang disampaikan oleh forum anak. Dilihat di Disnaker, agar dilihat apakah ada pekerja yang masih usia anak. Jika ada agar dihentikan.


Dinas Pendidikan, lanjutnya, bagaimana perkembangan sekolah ramah anak agar bisa jadi kenyataan.


"Tahun-tahun sebelumnya kita tidak anggap masalah, tapi seiring dengan perkembangan peradaban tentu juga menjadi persoalan," ucapnya.


Semisal di dunia pendidikan, jika dulu kamar mandi di tempat terpencil, jorok, jadi lokasi bullying, dan tak terpantau. Tapi konteks sekolah ramah anak, toilet harus bisa terawasi.


Hal-hal semacam itu, sebutnya, dulu merupakan hal yang biasa. Tapi dengan perkembangan peradaban, peraturan, dan nilai-nilai sosial yang semakin tumbuh anak menjelma menjadi maskot. 


Di membeberkan, ada empat hak anak yakni pertama hak untuk hidup. 


Hak hidup sebenarnya, kata Ofik, sudah banyak kemajuan. Seperti bidan-bidan ada di desa, faskes begitu kuat, serta terbukti angka kematian ibu dan anak turun drastis.


"Jadi hak hidup kita semakin baik," ucapnya.


Kedua hak untuk tumbuh kembang. Di ruang-ruang publik sudah tersedia.


Jika dulu disediakan untuk difabel, tapi sekarang juga harus ramah anak. Seperti di Taman Rinjani harus disediakan alat permainan anak, di ruang tunggu puskesmas pun harus ada. Sebab, hal itu bagian dari penilaian kabupaten ramah anak.


Ketiga hak untuk mendapatkan perlindungan. Hal ini akan tergambar bagaimana kebijakan dan regulasi di daerah.


Keempat hak untuk berpartisipasi. Bagaimana anak terlibat dalan pembangunan, tak hanya menjadi objek tapi juga menjadi subjek.


"Kita harus punya kesadaran untuk melawannya, tidak bisa kita melawannya dengan sendiri-sendiri. Kita memang harus meningkatkan pengawasan," pungkas Ofik. (kin)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama