Melihat dari dekat pembuatan minyak Songak yang tersohor - OPSINTB.com | News References -->

08/10/22

Melihat dari dekat pembuatan minyak Songak yang tersohor

Melihat dari dekat pembuatan minyak Songak yang tersohor

 
Melihat dari dekat pembuatan minyak Songak yang tersohor

OPSINTB.com - Jumat pagi (7/10/2022), sekira pukul 07.00 pagi hari. Warga dari berbagai dusun di Desa Songak, Kecamatan Sakra, Lombok Timur berkumpul. 

Masing-masing dari mereka membawa parang dan golok berbagai bentuk, yang tampak cukup tajam. Besi yang dibawanya bakal digunakan untuk mengupas kelapa.

Beberapa orang lainnya, terlihat membawa pisau berbagai ukuran. Duduk terpisah dan bertugas mengupas rempah-rempah.

Kumpulnya sejumlah warga itu, bukan karena ada gawe (perayaan) acara pernikahan. Namun untuk bergotong royong, melaksanakan prosesi adat jarig minyak Songak.

Orang banyak menyebutnya, minyak Songak. Yang mungkin sudah tak terdengar asing ditelinga. 

Kepada opsintb.com, salah seorang tokoh Budaya Songak, Murdiyah menjelaskan, minyak tersebut merupakan warisan nenek moyang yang masih bertahan hingga saat ini. Bahkan tradisi satu ini, terbilang tak pernah hilang seperti ritus lainnya di desa tersebut.

"Tradisi Jarig (buat) minyak ini tidak pernah hilang, seperti tradisi lain di Songak yang sempat hilang dan muncul kembali," ucap Murdiyah ditemui usai kesibukannya di Masigit Bengan, Jumat malam.

Ternyata pembuatannya tak sesulit yang dibayangkan. Bahkan, tak serumit pelaksanaan ritual adat yang biasa digelar.

Murdiyah membeberkan, bahan dasarnya sama seperti minyak pada umumnya, yakni kelapa. Setelah dikupas, nyiur ini nantinya dilembutkan dan diperas untuk mendapatkan santannya.

Air santan kelapa inilah yang diproses menjadi minyak, yang oleh orang banyak ucapnya disebut minyak Songak. 

Prosesnya diakui Murdiyah, tak begitu rumit. Namun membutuhkan waktu cukup lam hingga berjam-jam. Itu pun lama waktunya tergantung berapa jumlah kelapa yang bakal dijadikan minyak.

"Puluhan kelapa itu sampai 7 hingga 8 jam, jika dalam jumlah banyak bisa 12 jam, bahkan 24 jam," terangnya.

Agar bisa digunakan, tahap awal air santan hasil perasan manual itu dipanaskan. Setelah beberapa jam, air santan ini akan nampak memisahkan diri.

Jika sudah nampak seperti itu, biasanya disedot dan dipisahkan dari induk santannya. Dan ditaruh pada wadah yang lain.

Tahap selanjutnya, kata dia, jika minyak sudah dipanaskan selama 6 sampai 7 jam. Barulah ditaruhkan rempah-rempah.

Setelah itu, kata dia, bakal keluar bau harum sebagai penanda minyak tersebut sudah jadi.

"Di setiap tahapannya, ada do'a khusus. Begitu juga selama diaduk diiringi dengan pembacaan sholawat," ujarnya.

Tak sampai di situ,nsetelah minyak ini jadi, bebernya, dibawa ke Masigit Bengan (masjid tua), untuk diwukuf. 

Sebab, menurut mantan Kepala Sekolah SDN 01 Songak ini, wukuf ini sebagai penanda minyak itu boleh digunakan.

"Sebelum diukuf, belum sah digunakan," ucapnya.

Dikatakan, dulu minyak dibuat dalam ini berbagai penamaan, tentu setiap nama memiliki khasiat yang berbeda.

Seperti lazim belakangan ini, minyak inaq (ibu) dan bajang (muda). Minyak ibu ini biasanya oleh orang banyak dipercaya sebagai obat luka baru.

Sedangkan yang bajang, biasanya digunakan sebagai pertahanan ketika mendapatkan peristiwa keributan.

"Ini kesaksian banyak orang, lebih pasnya kita tanya mereka yang mengalami," pungkasnya.

Di bawah tahun  80-an, terang Murdiyah, selain banyak julukan, seusai minyak tersebut diukuf di masjid tua biasanya warga saling coba menggunakan parang.

Dulu, jika sudah pukul 12 malam hari, warga yang keluar dari rumah tampa sadar bakal ditebas menggunakan parang. Hal itu, menurut orang tua ucapnya, untuk menguji minyak tersebut.

Kondisi itu, sejak tahun 1990 sudah berubah. Tak adalagi peristiwa saling coba menggunakan parang usai minyak tersebut diukufkan.

"Kalau dulu seperti itu, sekarang sudah tidak adalagi," ujarnya.

Pelaksanaan ritus budaya jarig minyak ini di Desa Songak, dilaksanakan tepat pada 12 Rabi'ula Awal kabisat islam. Dibarengi dengan penyucian gaman (senjata) yang dimiliki warga, dan inilah disebut mulut adat. (kin)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama