Pemdes Borok Toyang sukses tekan angka nikah usia anak hingga 70 persen - OPSINTB.com | News References -->

30/09/22

Pemdes Borok Toyang sukses tekan angka nikah usia anak hingga 70 persen

Pemdes Borok Toyang sukses tekan angka nikah usia anak hingga 70 persen

 
Merarik kodek

OPSINTB.com - Anak merupakan bagian dari aset bangsa yang perlu diperhatikan mulai sejak dini. Lantaran gambaran kemajuan suatu daerah dapat dilihat dari bagaimana sumber daya manusia (SDM) ini hidup.

Nampaknya itulah yang dilihat oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Borok Toyang, Kecamatan Sakra Barat, Lombok Timur. Langkah besar yang dimulai sejak dua tahun lalu ini, sudah membuahkan hasil.

Kepala Desa Borok Toyang, Ahyar Rosyidi mengatakan, langkah itu disebutnya untuk menyelamatkan anak dari pekerja dari sektor berbahaya. 

"Kami betul-betul menyelamatkan itu, kami membuat Pusat Kegiatan Masyarakat (PKM)," ucap Ahyar Rosyidi, saat ditemui media di sela kesibukannya menerima kunjungan Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture
(PAACLA) di aula kantor Desa Borok Toyang, Kamis (29/9/2022).

Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Koordinator PAACLA Indonesia, Yayasan Tunas Alam Indonesia (Santai), dan Forum Anak.

Melalui lembaga itu, imbuhnya, pihaknya mengedukasi anak, membekalinya dengan keterampilan. Untuk menekan pekerja anak di sektor pertanian yang membahayakan. 

Seperti, membuat bunga, terlibat di inovasi salah satunya di sabun cuci Ronas. Produk itu disebutnya lahir dari forum anak, yang saat ini mewakil NTB di sebuah ajang tingkat nasional.

Ia mengatakan, pihaknya mampu menekan angka pekerja anak 65 hingga 70 persen. Dari total 2000 lebih jumlah anak pada di wilayah itu. Sisanya tinggal 30 sampai 35 persen.

Dikatakan, dari 8 dusun pihaknya memiliki empat pusat kegiatan masyarakat. Sebab, kata dia, kemampuan anggaran desa hanya sejumlah itu.

Per PKM dianggarkan sebesar Rp 5 juta. Yang bersumber dari dana desa di sektor pembinaan, diambil hanya beberapa persen saja untuk mensuport kegiatan forum anak tersebut.

"Yang diutamakan keterampilan, karena anak ini merupakan aset dari bangsa Indonesia," sebutnya.

Dikatakan, tak hanya anak pekerja disektor berbahaya yang bisa ditekan, namun juga pernikahan di usia anak (merarik kodek).

Ia mengatakan, Pemdes dengan beberapa lembaga desa seperti BPD, Kepala Wilayah, termasuk perangkat desa betul-betul menekan, bahkan 70 persen sudah tak ada lagi melakukan hal tersebut. Kendati demikian ia mengakui, masih saja kecolongan lantaran informasi tak sampai kepadanya. 

Dikatakan, pihaknya sudah membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan anak. Salah satu membahas tentang nikah dini. 

Salah satu pasal dalam Perdes tersebut, didapati denda pada setiap orang yang memaksa untuk menikahkan anaknya di usia anak. Pemdes, kata dia, dalam Perdes itu bakal membawanya ke jalur hukum, berupa menyerahkan urusan itu ke pengadilan.

"Apabila mereka ngotot kami dari pihak desa, mengenakan denda kepada pihak perempuan maupun laki-laki sebesar Rp 5 juta," ucapnya.

Hal itu, ucap dia, merupakan salah satu langkah untuk menekan pernikahan pada usia anak. Jika dibiarkan tanpa ada hukuman atau hanya bicara saja disebutnya kemungkinan tidak bisa. Sebab masyarakat dalam persoalan itu disebutnya masih kurang.

Bagi masyarakat di wilayah itu, ujarnya denda Rp 5 juta merupakan angka yang besar. 

Kasus terkahir yang ditangani pada tahun ini 10 kasus. Yang dapat dicegah 8 kasus. Pihaknya mengaku lebih banyak mencegah dari pada menindak.

"Keberhasilan ini berkat kerjasama semua pihak," ujarnya.

Ketua Gugus Tugas Desa Layak Anak Borok Toyang, Rusdi Amin mengatakan, selama ini pihaknya hanya fokus membangun pisik. Tapi ada hal sadar yang lebih penting yakni membangun SDM anak dan menyelamatkannya. 

"Selama ini kita anggap tidak berbahaya, itu berbahaya, yang salam ini kita anggap main-main, itu keseriusan yang sangat luar biasa," ujarnya saat sambutannya.

Sebagai bentuk komitmen, kata dia, bersama pemuda dan mahasiswa setempat membentuk kader tutor dan relawan desa setempat. 

Relawan ini, aktif menyuarakan melalui sosialisasi agar anak tidak terlibat dalam bekerja buruh bagi anak. 

Dua tahun berjalan, ia mengaku tak berani berujar terlalu muluk. Tapi, pihaknya berani mengatakan angka pekerja anak dan pernikahan usia anak sudah mulai turun drastis di desa itu.

Sebelumnya, tutur Rusdi, kondisi anak-anak di desa itu cukup memprihatinkan. Salah satunya ialah anak buruh migran. 

Ia menceritakan, anak buruh migran ini tinggal bersama nenek dan kakaknya yang putus sekolah. Kedua orang tuanya pergi menjadi buruh ke Sumtara. Tiap harinya, anak ini hanya bermain gadget, bahkan tak mau sekolah.

Mengetahui kondisi itu ia mengaku terkejut. Hal itu, kata dia, menjadi problem di desa itu.

"Saya terkejut, dan itu masalah kami di desa," ucapnya

Lantaran masalah-masalah yang menimpa anak ini cukup banyak, pihaknya bersama Kades dan BPD serta tokoh setempat membentuk Perdes tentang Perlindungan Anak pada 14 Desember 2014 yang lalu.

Perdes ini, kata dia, tak hanya fokus pada anak buruh tani. Tapi persoalan anak pada umumnya. 

Peraturan itu lahir disebutnya bukan simsalabim, tapi melalui diskusi panjang, dan banyak masukan dari berbagai pihak termasuk lembaga yang konsen pada anak.

"Seperti, pernikahan usia anak, anak buruh migran, anak petani dan lain sebagainya," ucapnya.

Yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama, ucapnya, ialah komitmen bersama. Dan hal itu disebutnya harus dibangun. (kin)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 OPSINTB.com | News References | PT. Opsi Media Utama