OPSINTB.com - Di sudut kampung, Jumaeni dan kakaknya, harus hidup selama bertahun-tahun, tinggal di rumah reyot peninggalan orang tuanya. Dindingnya terbuat dari bedek sudah robek.
Atapnya berlubang, dan sebagian kayu penyangganya lapuk dimakan usia. Tak heran saat musim hujan air menetes deras bak pancuran membasahi tempat tidur mereka yang hanya beralaskan tikar tipis.
Namun bagi anak yatim piatu berusia 15 tahun warga Desa Bagik Papan, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur, rumah itu adalah harapan baru tempat berteduh yang selama ini hanya ia impikan.
Kini, rumah itu tengah direnovasi oleh seorang polisi yang dikenal masyarakat bukan karena seragamnya, melainkan karena hatinya yang tulus.
Berdirinya rumah sederhana dengan dinding batako setinggi satu meter dan kusen jendela baru yang belum terpasang kaca. Rumah itu tampak belum rampung.
Sejak tahun 2014, Bripka Agus Salim telah menjadi sosok yang dicintai warga. Ia bukan hanya hadir saat ada masalah keamanan, tapi juga di tengah kesulitan hidup masyarakat.
Uang dari gajinya sendiri dan hasil bertani, ia sisihkan membantu warga yang hidup di bawah garis kemiskinan membelikan kursi roda bagi penyandang disabilitas, tongkat untuk lansia, sembako untuk keluarga miskin, hingga merenovasi rumah-rumah reyot yang nyaris roboh.
“Kegiatan sosial ini saya lakukan sejak tahun 2014, waktu masih jadi Babinkantibmas di Desa Puncak Jeringo, Kecamatan Suela,” ucapnya kepada opsintb.com, Selasa (28/10/2025).
Rumah Jumaeni adalah rumah ke 7 yang ia renovasi. Setiap rumah, tuturnya, memiliki cerita pilu tersendiri, namun semuanya sama dihuni oleh orang-orang yang nyaris menyerah dengan keadaan.
Disela tugasnya sebagai polisi, Agus juga bertani dan beternak kambing. Dari situlah sebagian besar biaya ia kumpulkan. Bahkan, ia membuat program pemberdayaan masyarakat dengan sistem bagi hasil kambing.
“Kalau anak kambingnya dua, satu buat saya dan satu buat yang saya bantu. Setelah berhasil, kita pindah ke warga lain,” jelasnya.
Dari hasil penjualan kambing itu, digunakan lagi untuk bedah rumah atau bantuan sosial lainnya. Meski sering bekerja sama dengan pemerintah desa, sebagian besar biaya renovasi rumah ditanggungnya sendiri.
“Kalau pemerintah tidak bisa bantu, saya tangani sendiri pakai uang pribadi,” katanya
Satu rumah, bebernya, setidaknya menghabiskan biaya minimal Rp 25 juta. Tapi bagi dirinya, setiap rupiah yang ia keluarkan adalah sedekah yang tak ternilai.
Ia menceritakan, perjalanan sosial Bripka Agus tidak selalu mudah. Ia mengaku sering diremehkan, bahkan ada yang menyepelekan niat baiknya. Namun semua itu tak membuatnya berhenti.
Dia pun, tak luput dari cibiran. Dirinya bahkan dituding cari nama, tapi ia mengaku tak peduli.
“Karena saya lakukan ini dari hati. Hati saya tergerak melihat kondisi masyarakat yang serba kekurangan,” ceritanya
Sementara itu, Jumaeni mengatakan, sosok Bripka Agus bukan sekadar polisi, tapi malaikat tanpa sayap yang datang membawa harapan.
“Dulu kalau hujan, saya sama kakak harus pindah ke rumah tetangga karena air masuk ke dalam. Sekarang Alhamdulillah sudah diperbaiki,” katanya
Meski sederhana, rumahnya mungkin kecil, tapi di dalamnya kini tumbuh rasa syukur yang besar hasil dari ketulusan seorang polisi yang membuktikan bahwa kepedulian tak harus menunggu kaya.
"Saya sangat berterimakasih telah di bantu membangunkan rumah kami," pungkasnya. (zaa)
follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di twitter
Follow OPSINTB.com | News References dan dapatkan update informasi kami di Instagram
follow Instagram Kami